Tuesday, October 25, 2016

Posted by   on

7 tokoh kebudayaan beserta kutipannya

1.Ahmad tohari

Ahmad Tohari, (lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948; umur 68 tahun) adalah sastrawan dan budayawan berkebangsaan Indonesia. Ia menamatkan SMA di Purwokerto. [1] Karya monumentalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, sudah diterbitkan dalam berbagai bahasa dan diangkat dalam film layar lebar berjudul Sang Penari. Ia pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976). Tulisan-tulisannya berisi gagasan kebudayaan dimuat di berbagai media massa. Ia juga menjadi pembicara di berbagai diskusi/seminar kebudayaan.
kutipan : bagaimana bisa, manusia tetap eksis ketika kemanusiaan telah mati?

2.Arswendo Atmowiloto


Arswendo Atmowiloto (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 November 1948; umur 67 tahun) adalah penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan KOMPAS. Mempunyai nama asli Sarwendo. Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang komersial dan ngepop. Lalu di belakang namanya itu ditambahkannyalah nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang dikenal luas sekarang.
Kutipan : Ada yang mengatakan saya ini gila menulis. Ini mendekati benar, karena kalau tidak menulis saya pastilah gila, dan karena gila makanya saya menulis.

3.Butet Kertaredjasa

Butet Kartaredjasa (bahasa Jawa: Buthèt Kartaredjasa; lahir di Yogyakarta, 21 November 1961; umur 54 tahun) adalah seorang pemeran teater dan pelawak asal Indonesia. Pada tahun 1996, Butet mendirikan Galang Communication, sebuah institusi periklanan dan studio grafis, yang kemudian diikuti dengan mendirikan Yayasan Galang yang bergerak dalam pelayanan kampanye publik untuk masalah-masalah kesehatan reproduksi berperspektif gender. Butet adalah anak dari Bagong Kussudiardjo, koreografer dan pelukis senior Indonesia. Ia merupakan saudara kandung dari Djaduk Ferianto.
Kutipan : Teater telah mengajarkan saya, bawa kita hanyalah bagian dari hidup, bagian dari orang lain. Seorang aktor tak pernah hidup sendirian.


4.Emha Ainun Nadjib
 
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 63 tahun) adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Kutipan : Cinta bukanlah bertahan seberapa lama. Tetapi seberapa jelas dan ke arah mana.

5.Mohammad Yamin

Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.
Kutipan : Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri.

6.Supriyanto GS
 
Supriyanto GS atau lebih dikenal dengan nama Prie GS (lahir di Kendal, Jawa Tengah) adalah budayawan berkebangsaan Indonesia. Dia mengawali kariernya sebagai wartawan di harian umum Suara Merdeka Semarang, Jawa Tengah. Prie GS juga dikenal sebagai kartunis, penyair, penulis, dan public speaker di berbagai seminar, diskusi, dan menjadi host untuk acaranya sendiri, baik di radio maupun televisi.
Kutipan : Kehebatan seorang istri baru terbukti ketika ia sedang pergi.


7.Sujiwo Tejo

Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 54 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia seni yang lebih disenanginya[1][2]. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang[3][4]. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.
Kutipan : Jangan pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu.

No comments:
Write comments

Hey, we've just launched a new custom color Blogger template. You'll like it - https://t.co/quGl87I2PZ
Join Our Newsletter